Kamis, Mei 24, 2012

pisang kepok


BOTANI DAUN PISANG KEPOK (BIU UDANG SABHA)
(Musa paradisiaca normalis) DAN FILOSOFINYA
            DALAM UPACARA MEMANDIKAN MAYAT
          (NYIRAMANG LAYON)

Oleh :
Putu Utari, Ni Made Parwati, Putu Agus Pratama Putra
Program Studi Pendidikan Biologi Universitas Mahasaraswati Denpasar

Abstrak

            Pisang telah ada sejak manusia ada. Pada kehidupan masyarakat Hindu di Bali, tanaman pisang dimanfaatkan sebagai sarana upakara yadnya. Salah satu jenis tanaman pisang yang digunakan, khususnya pada upacara Memandikan Mayat yaitu daun pisang kepok (Biu Udang Sabha). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui sisi botani daun pisang kepok (Biu Udang Sabha) yang dimanfaatkan dalam upacara memandikan mayat dan untuk mengungkap makna secara filosofi menurut agama Hindu.
            Penelitian ini dilaksanakan selama satu bulan (1 Mei – 30 Mei 2009) di Desa Petang, Kecamatan Petang, Kabupaten Badung. Sebagai populasi adalah daun pisang kepok dan semua Sulinggih, Pemangku, tukang banten dan masyarakat di desa Petang. Sampel diambil secara acak dari populasi yang terdiri atas daun pisang kepok seluas 2,25 cm² sebanyak 4 lembar dan 2 (dua) Sulinggih, 2 (dua) Pemangku, 4 (empat) tukang banten dan 15 (lima belas) masyarakat di Desa Petang.
            Penelitian ini dibedakan menjadi 3 (tiga  yaitu: (1) Botani daun pisang kepok (Biu Udang Sabha), (2) Filosofi daun pisang kepok (Biu Udang Sabha), (3) Pelestarian dan pengetahuan pemanfaatan tanaman pisang kepok (Biu Udang Sabha). Data Anatomi daun pisang diperoleh dari pengambilan serat dan stomata daun. Data filosofi daun pisang kepok diperoleh dari hasil wawancara dengan 2 (dua) Sulinggih, 2 (dua) Pemangku, dan 4 (empat) tukang banten di Desa Petang. Data pelestarian dan pengetahuan pemanfaatan tanaman diperoleh dari hasil wawancara dengan 15 (lima belas) masyarakat.
            Hasil penelitian anatomi serat ditemukan dua berkas serat bentuk sejajar. Sedangkan stomata ditemukan pada permukaan atas rata-rata 5, epidermis 1251 dengan indeks stomata 0,4%. Pada permukaan bawah rata-rata stomata 94, epidermis 540 indeks stomata 14% dan tipe stomata anomositik.  Dengan ditemukan indeks stomata 14% pada permukaan bawah daun, ini berarti respirasi lebih banyak terjadi pada permukaan bawah daun.
            Hasil wawancara tentang filosofi daun pisang kapok yang digunakan sebai alas Memandikan Mayat adalah sebagai lambang kulit Dewi Durgha. Dan persentase pelestarian tanaman pisang kepok, diketahui 80% serta pengetahuan pemanfaatannya 100% tetapi pengetahuan filosofi sebanyak 13%.

Kata Kunci : daun, pisang, upacara, botani, filoso
Korespondensi : Ni Putu Utari, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Mahasaraswati Denpasar, Jln. Kamboja 11 A Denpasar, Telp. (0361)240985



The botany leaf banana kepok (biu udang sabha)
(mozes paradisiaca normalis) and the philosophy
in ceremony bathes corpse
(nyiramang layon)

by:
Putu Utari, Ni Made Parwati, Putu Agus Pratama Putra
Program Study Biology Education university Mahasaraswati Denpasar

Abstract

Banana have been there since human there. in hindu society life at balinese, banana plants is maked use as tool upakara yadnya. The banana plants kind that used, especially in ceremony bathes corpse that is banana leaf kepok (biu udang sabha). This watchfulness aim detects banana leaf botany side kepok (biu shrimp sabha) that maked use in ceremony bathes corpse and to uncover meaning according to philosophy follows hindu.
His watchfulness is carried out during one month (1 may - 30 mays 2009) at village afternoon, district afternoon, naughty regency. As population banana leaf kepok and all sulinggih, pemang, artisan banten and society at village afternoon. Sample is taken at random from population that consist of banana leaf kepok for the width of 2,25 cm² as much as 4 sheet and 2 (two) sulinggih, 2 (two) pemang 4 (four) artisans banten and 15 (five society compassion)s at Petang village.
This watchfulness is discriminated to be 3 (three that is: (1) banana leaf botany kepok (biu Udang sabha), (2) banana leaf philosophy kepok (biu Udang sabha), (3) preservation and banana plants utilization erudition kepok (biu shrimp sabha). Banana leaf anatomy data is got from fiber taking and stomata leaf. banana leaf philosophy data kepok got from interview result with 2 (two) sulinggih, 2 (two) pemang,  and 4 (four) artisans banten at Petang village . Preservation data and plants utilization erudition is got from interview result with 15 (five society compassion) society.
Fiber anatomy watchfulness result is found two form fiber bundles in a line. While stomata found in surface on average 5, epidermis 1251 with index stomata 0,4%. in surface under average stomata 94, epidermis 540 indexes stomata 14% and type stomata anomositik. With found index stomata 14% in surface under leaf, this means respirasi more many happen in surface under leaf.
Interview result about kapok banana leaf philosophy that used sebai covering bathes corpse as goddess skin symbol Dewi Durgha. And banana plants preservation percentage kepok, known 80% with the utilization erudition 100% but philosophy erudition as much as 13%.

Keyword: leaf, banana, ceremony, botany, philosophy
Correspondence: Putu Utari, Teachership Faculty and Education Science University Mahasaraswati Denpasar, jln. Kamboja 11 a denpasar, telp. (0361)240985

PENDAHULUAN
            Pisang telah ada sejak manusia ada. Saat itu pisang masih merupakan tanaman liar karena awal kebudayaan manusia adalah sebagai pengumpul. Mereka hanya mengumpulkan makanan dari tumbuhan yang ada di sekitar mereka tanpa menanamnya (Suyanti, 1990).
            Menurut Simonds dan Shephred (1993) disebutkan bahwa pembudidayaan tanaman pisang terjadi di India dari pisang-pisang liar, terbukti ditemukan batu-batu kuno di Yunani yang bertuliskan tentang dibudidayakannya pisang sekitar 300 tahun SM di lembah sungai Indus.
Hampir seluruh bagian tanaman pisang dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, mulai dari rimpang pisang dimanfatkan untuk obat pendarahan dalam perut, batang semu untuk obat ginjal dan penawar racun, tangkai daun pisang dimanfaatkan sebagai cetakan jajanan Bali, daun pisang digunakan sebagai pembungkus makanan tradisional Indonesia. Demikian halnya pada kehidupan masyarakat Hindu di Bali, tanaman pisang dimanfaatkan sebagai sarana upakara Yadnya. Seperti batang pisang dimanfaatkan sebagai tempat tusukan sate dalam pembuatan jerimpen sate, sebagai media menancapkan wayang oleh dalang, dan sebagai alas pembakaran mayat, daun pisang yang masih hijau dimanfaatkan sebgai pembuatan kwangen, canang daun dan sebagai alas pembuatan banten. Menurut Sudarsana (2002) khusus daun pisang kepok dimanfaatkan sebagai alas memandikan mayat. Buah pisang dimanfaatkan pada berbagai banten. Menurut Lontar Pelutuk Banten (1992) betapapun besar dan megahnya suatu upakara tanpa buah pisang sebagai pelengkap dinyatakan upakara tersebut tidak sempurna.
Masyarakat Bali mengenal pisang kepok dengan nama biu udang sabha. Pisang kepok (biu udang sabha) hampir semua bagian tanaman ini digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari maupun sebagai saran upakara yadnya, khusus daun pisang kepok (biu udang sabha) digunakan sebagai sarana upakara dalam upacara memandikan mayat.
Selama ini beberapa tulisan yang ada belum terungkap, ”mengapa daun pisang kepok (biu udang sabha) digunakan dalam upacara memandikan mayat?” Informasi mengenai pemanfaatan daun pisang kepok (biu udang sabha) yang digunakan dalam upacara memandikan mayat masih terbatas, pada kata / kalimat yang diucapkan oleh Sulinggih, Pemangku, tukang banten dan masyarakat serta penularan penularan terbatas pada informasi lisan. Belum ada informasi tertulis dengan jelas. Berdasarkan hal tersebut diatas, ingin diungkapkan kegunaan daun pisang kepok (biu udang sabha) dalam upacar memandikan mayat dari sisi botani dan filosofinya sebagai bahan penelitian secara ilmiah.

Rumusan Masalah

            Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: ”Bagaimana informasi yang dapat diungkapkan tentang sisi botani dan filosofi pemanfaatan daun pisang kepok (biu udang sabha) dalam upacar memandikan mayat (Nyiramang Layon) di Desa Petang, Kecamatan Petang, Kabupaten Badung?”


TUJUAN

            Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui sisi botani daun pisang kepok (biu udang sabha) yang dimanfaatkan dalam upacara memandikan mayat (Nyiramang Layon), mengungkapkan makna secara filosofi menurut agama Hindu daun pisang kepok (biu udang sabha) yang digunakan dalam upacara memandikan mayat (Nyiramang Layon).


METODE PENELITIAN

            Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif karena data yang dikumpulkan dan dianalisis diperoleh dari uraian tentang peristiwa atau situasi yang ada sesuai fenomena yang bersangkutan. Populasi untuk penelitian botani dan daun pisang kepok adalah daun pisang kepok yang agak tua namun masih berwarna hijau. Sedangkan populasi untuk penelitian filosofi daun pisang kepok dalam upacara Memandikan Mayat adalah semua Sulinggih, Pemangku, Tukang banten dan masyarakat yang ada di desa Petang. Sampel untuk penelitian botani daun pisang kepok adalah daun pisang kepok seluas 2,25 cm² sebanyak 4 lembar. Sedangkan sampel dalam penelitian filosofi daun pisang kepok dalam upacara Memandikan Mayat diambil secara acak dengan cara pengundian dari populasi. Diperoleh sampel yaitu 2 orang Sulinggih, 2 orang Pemangku, 4 orang tukang banten dan 15 masyarakat yang ada di Desa Petang, Kecamatan Petang, Kabupaten Badung.




HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian anatomi serat dan stomata daun pisang kepok (biu udang sabha), serta perhitungan indeks stomata pada permukaan bawah dan atas daun, dapat dilihat pada foto berikut ini:

Gambar 1. Stomata Pada Permukaan Bawah Daun
Keterangan:
1.            Serat daun                               4. Sel Tetangga
2.            Sel Penutup                             5. Epidermis
3.            Porus

Gambar 2. Stomata pada Permukaan Atas Daun

Keterangan:
1.      Epidermis
2.      Stomata
Untuk memudahkan pengamtan dalam mikroskop, maka daun pisang kepok dengan luas 9 cm2 dibagi menjadi 4 (empat),sehingga luas masing – masing daun menjadi 2,25 cm2.
Tabel 1. Hasil Pengamtan Anatomi Serat dan Stomata Daun Pisang Kepok (Biu Udang Sabha) pada Luas Daun 2,25 cm2
Anatomi Daun
Ulangan
Lapang Pandang
Hasil Pengamatan
Jumlah Serat
Jumlah Stomata (S)
Jumlah Epidermis (E)
Satuan luas dau (L) cm2
Permukaan Bawah
I
1
2
3
4
5
22
21
23
25
24
138
140
136
130
134
2,25
2,25
2,25
2,25
2,25
2
2
2
2
2
Rata-rata

23
135,6
2,25
2
II
1
2
3
4
5
22
24
23
23
24
137
133
136
138
132
2,25
2,25
2,25
2,25
2,25
2
2
2
2
2
Rata-rata

23,2
135,6
2,25
2

III
1
2
3
4
5
23
22
25
25
21
134
136
134
134
141
2,25
2,25
2,25
2,25
2,25
2
1
1
2
2
Rata-rata

23,2
135,87
2,25
1,6
IV
1
2
3
4
5
26
25
23
24
25
130
134
136
131
134
2,25
2,25
2,25
2,25
2,25
1
2
1
2
2
Rata-rata

24,6
133
2,25
1,6
Permukaan Atas
I
1
2
3
4
5
1
2
1
1
7
310
312
311
315
314
2,25
2,25
2,25
2,25
2,25
0
0
0
0
0
Rata-rata

1,4
312,4
2,25
0
II
1
2
3
4
5
2
1
1
2
1
306
304
303
310
311
2,25
2,25
2,25
2,25
2,25
0
0
0
0
0
Rata-rata

1,4
306,8
2,25
0
III
1
2
3
4
5
1
1
2
1
1
313
315
310
314
317
2,25
2,25
2,25
2,25
2,25
0
0
0
0
0
Rata-rata

1,2
313,8
2,25
0
IV
1
2
3
4
5
1
2
1
1
1
315
320
318
320
319
2,25
2,25
2,25
2,25
2,25
0
0
0
0
0
Rata-rata

1,2
318,4
2,25
0

Tabel 2. Hasil Pengamatan Anatomi serat Stomata Daun Pisang Kepok (Biu Udang Sabha) pada Luas Daun 9 cm2
Anatomi Daun
Hasil Pengamatan
Jumlah rata – rata Stomata (S)
Jumlah rata - rata  Epidermis (E)
Luas daun
(cm2)
Permukaan bawah
94
540
9
Permukaan atas
5
1251
9

Fisiologi daun pisang kepok ( biu udang sabha ) dalam upacara memandikan   mayat (Nyirangmang Layon). Hasil wawancara dengan 8 (delapan) orang yang terdiri atas 2 (dua) orang sulinggih, 2 (dua) orang pemangku dan 4 (empat) orang tukang banten.

Botani daun pisang kepok ( biu udang sabha )
Berdasarkan hasil penilitian sayatan irisan paradermal didapatkan bahwa stomata ditemukan pada permukaan atas dan bawah daun pisang kepok ( biu udang sabha ). Sel – sel epidermis yang ditemukan berbentuk heksagonal dan stomata berbentuk ginjal bertipe anomositik yaitu memiliki sel tetangga tidak tertentu dengan letak stomata berderet beraturan. Jumlah stomata dan epidermis yang terdapat pada permukaan atas dan bawah pada satuan luas daun 9 cm2 berbeda, bagian atas jumlah rata-rata stomata 5, epidermis 1251 sedangkan bagian bawah jumlah rata-rata stomata 94, epidermis 540. Kemudian indeks stomata dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Rata-rata IS pada permukaan bawah, yaitu:
Rata-rata IS pada permukaan atas, yaitu:
Hasil pengamatan anatomi serat daun pisang kepok ternyata pada permukaan atas tidak ditemukan serat, tetapi pada permukaan bawah ditemukan rata-rata 2 (dua) berkas serat bentuk sejajar.
            Filosofi daun pisang kepok ( biu udang sabha ) dalam memandikan mayat (Nyiramangan Layon)Berdasarkan hasil wawancara dengan para sulinggih, pemangku, dan tukang banten maka dapat dijelaskan bahwa tujuan upacara memandikan mayat (nyiramang layon) adalah untuk mengadakan pembersihan jasmani dan penyucian Sang Panca Maha Butha yang ada pada tubuh jenazah (Bhuana Alit), karena akan kembali ke asalanya yakni kepada Panca Maha Butha yang ada di alam ini (Bhuana Agung). Dalam ajaran agama Hindu tubuh manusia disebut dengan Bhuana Alit (mikrokosmos) dan jagat raya disebut dengan Bhuana Agung (makrokosmos). Oleh karena itu bila manusia itu meninggl makadasar pembentukannya akan kembali ke alam ini.  Makna upacara memandikan mayat adalah untuk pembersihan secara lahiriah dan penyucian secara batiniah, disertai dengan berbagai perlengkapan yang bermakna untuk penjelmaan/reinkarnasi selanjutnya menjadi orang yang sangat sempurna. Daun pisang kepok digunakan sebagai alas dalam upacara memandikan mayat. Menurut seorang mangku dalang, sang Duryadana dalam epos Mahabrata memakai daup pisang kepok (biu udang sabha) sebagai penutup kemaluannya, saat menghadap ibunya karena malu menghadap dalam keadaan telanjang bulat padahal ibunya menyuruhnya telanjang untuk diberi kekuatan, sampai sekarang dipakai. Sedangkan menurut seorang ida pedanda bahwa daun pisang kepok (biu udang sabha) yang digunakan sebagai alas memandikan mayat dilambangkan dengan kulit dari dewi Durga.
Dalam  upacara memandikan mayat, penggunaan daup pisang kepok tidak bisa digantikan dengan daun pisang yang lain karena hanya daun pisang kepok yang mengandung makna bahwa ”dari karmanya sendirilah menentukan dapat sorga atau tidak”. Untuk itu sedapat mungkin diupayakan, tetapi agama tidak mengharuskan umatnya jika memang tidak mendapatkan daun pisang kepok. Daun Pisang kepok juga digunakan dalam upacara mecaru (butha yadnya) sebagai daun telujungan pada sanggah cukcuk.

SIMPULAN

Daun pisang kepok (biu udang sabha) memiliki jumlah stomata, epidermis dan indeks stomata yang berbeda, antara permukaan atas dan bawah daun. Bagian atas jumlah stomata 5, epidermis 1251 dan indeks stomata 0,4%. Sedangkan bagian bawah jumlah stomata 94, epidermis 540, indeks stomata 14% dan tipe stomata anomositik serta ditemukan 2 berkas serat daun bentuk sejajar hanya pada permukaan bawah daun.
Filosofi daun pisang kepok dalam upacara Memandikan Mayat bertujuan upacara Memandikan Mayat adalah untuk mengadakan pembersihan jasmani dan penyucian rohani pada jenazah sebagai rangkaian upacara selanjutnya. Makna upacara Memandikan Mayat yaitu supayua orang yang meninggal bila menjelma (reinkarnasi) menjadi orang yang sempurna. Makna simbolis daun pisang kepok dalam upacara memandikan Mayat yaitu dilambangkan sebagai kulit Dewi Durgha. Penggunaan daun pisang kepok pada upacara Memandikan Mayat tidak bisa diganti dengan daun pisang yang lain karena memiliki makna simbolis tertentu. Sumber yang menjelaskan tentang penggunaan daun pisang kepok dalam upacara Memandikan Mayat adalah lontar Pitra Yadnya dan buku Pitra Yadnya. Pelestarian dan Pengetahuan pemanfaatan tanaman pisang kepok adalah hampir semua masyarakat di Desa Petang menanam pisang kepok, ini berarti mereka telah melestarikan tanaman ini, karena menyadari pentingnya manfaat daun pisang kepok khususnya pada upacara Memandikan Mayat. Pengetahuan masyarakat tentang pemanfaatan daun pisang kepok 100% mengetahui, namun makna secara filosofi, pengetahuan masyarakat sangat rendah sekali yaitu 13%, ini berarti masyarakat kurang mendapat penyuluhan yang khusus mengenai makna secara filosofi penggunaan daun pisang kepok pada upacaar Memandikan Mayat.

.